Just another WordPress.com site

Latest

Yok Jadi “Backpacker”, Jelajahi Asia Tenggara

Pergi ke luar negeri sekarang ini bukan lagi mimpi. Dengan makin banyaknya tiket penerbangan murah, menginap gratis di rumah sesama backpacker di seluruh dunia, mimpi keliling dunia bisa jadi kenyataan.

Tapi sekarang ini kita ngomongin backpacking ke beberapa negara di Asia Tenggara saja dulu ya. Negeri-negeri yang dekat dengan Indonesia. Ayo, cobain saat liburan mendatang….

Backpacker berasal dari kata backpack, yang artinya tas punggung atau ransel. Sedangkan orang yang melakukan perjalanan dengan menggunakan ransel disebut sebagai backpacker. Jadi aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh backpacker disebut backpacking.

Melakukan perjalanan sebagai backpacker identik dengan perjalanan murah meriah. Semua lini pengeluaran diusahakan mencari yang semurah mungkin, bahkan gratis.

Pengeluaran yang terbesar dan terpenting dari seorang backpacker yang akan melakukan perjalanan ke luar Indonesia adalah tiket pesawat dan penginapan. Karena itu, kamu harus rajin mencari informasi penerbangan mana yang sedang memberikan harga diskon atau menjual tiket murah.

Rute-penginapan

Menentukan rute harus disesuaikan dengan waktu dan anggaran/dana yang kamu punya. Jika kamu punya waktu satu minggu, lebih baik memilih rute Singapura-Malaysia saja atau Malaysia-Thailand atau Thailand-Kamboja atau Kamboja-Vietnam. Atau kamu fokus di satu negara saja.

Kalau punya waktu dua minggu, kamu bisa pergi lebih jauh: Singapura-Malaysia-Thailand atau Thailand-Kamboja-Vietnam.

Kalo punya waktu satu bulan, kamu bisa pergi menjelajah lima negara di Asia Tenggara: Singapura-Malaysia-Thailand-Kamboja dan Vietnam.

Selama perjalanan, kamu bisa menginap di guest house atau hostel. Ada dua website yang bisa diandalkan untuk pencarian hostel, yakni http://www.hostelbookers.com atau http://www.hostelworld.com.

Contoh di Singapura satu malam di dormitory room (sekamar berempat, berenam, atau berdelapan) kamu harus membayar sekitar 20 dollar Singapura (Rp 140.000).

Kalo tidak punya cukup uang untuk membayar penginapan, kamu bisa menginap gratis di rumah backpacker di negara lain dengan bergabung dalam komunitas Jaringan Silaturahmi (Hospitality Exchange Network): Hospitality Club http:// http://www.hospitalityclub.org atau CouchSurfing http://www.couchsurfing.org.

Ini cara lain untuk menyelami kehidupan masyarakat lokal dengan tinggal secara gratis di rumah mereka.

Destinasi

Banyak yang bertanya, kalo ke luar negeri itu ngapain aja sih? Intinya ya jalan-jalan, mengenal kebudayaan bangsa lain, mengunjungi situs-situs modern atau bersejarah di negara tujuan, ke tempat-tempat terkenal atau sekadar nongkrong dengan backpacker lain atau penduduk lokal.

Di Singapura, selain nongkrong di Orchard Road yang terkenal itu, kamu juga bisa ke area Bugis, Little India, atau China Town. Ada beberapa museum yang bisa kamu datangi, ada Japanese and Chinese Garden, Jurong Bird Park, atau berkunjung ke Pulau Sentosa.

Dari Singapura, kamu bisa bergerak dengan bus menuju kota kecil Melaka. Arsitektur kota ini gabungan antara Portugis dan China. Sangat menarik buat pencinta gedung-gedung tua. Ada gereja, ada bekas benteng, juga ada museum. Selain itu bisa berkeliling Melaka dengan becak.

Di Kuala Lumpur, kamu juga bisa naik ke Sky Bridge gratis di Menara Kembar (KLCC Twin Tower), jalan-jalan ke Petaling Street, Bukit Bintang, ke Batu Cave yang letaknya 13 km dari Kuala Lumpur. Batu Cave ini merupakan tempat ibadah bagi orang Hindu di Malaysia. Juga bisa berburu oleh-oleh di Central Market. Jangan khawatir, banyak hostel murah di depan Terminal Bus Pudu Raya.

Jika kamu punya cukup waktu, bisa berlanjut ke Penang dengan bus. Kalo tidak punya cukup waktu, kamu bisa terbang dari Kuala Lumpur ke Bangkok. Cek penerbangan murah.

Bangkok

Di Bangkok, tinggal di area backpacker Khaosan Road juga menarik. Di hari pertama bisa berkeliling Bangkok dengan tuk-tuk hanya 30 baht (Rp 9.000) diantar ke empat tempat, yakni ke patung Buddha berdiri, Wat Bencha, Buddha Golden Mount, dan Grand Palace. Namun, kamu akan dibawa oleh sopir mampir ke toko perhiasan. Jangan khawatir, cuci mata saja di toko itu karena dengan membawa kamu ke toko perhiasan, si sopir mendapatkan bensin 1 liter secara gratis dari toko itu.

Kamboja dan Vietnam

Dari Bangkok, kamu bisa melanjutkan perjalanan dengan bus selama 10 jam ke Siem Reap Kamboja. Ingat, meski Kamboja termasuk negara ASEAN, untuk masuk Kamboja kamu harus membayar visa on arrival, harga resminya 20 dollar AS.

Di Siem Reap kamu bisa melihat matahari terbit di Angkor Wat, sebuah kompleks candi yang isinya 80 candi lebih di satu area luas. Jangan lupa mampir ke candi Ta Phrom, tempat pengambilan gambar film Tomb Raider yang dibintangi Angelina Jolie.

Ada akar pohon raksasa yang melilit candi Ta Phrom ini.

(Elok Dyah Messwati)

Posted by Herlambang Anton B

Kamera, Dulu Repot Kini Praktis

Coba kita lihat, hampir semua telepon seluler sudah berkamera. Pengoperasiannya pun mudah, tinggal klik, langsung jadi.

Namun dulu, sangat susah orang berfoto di mana dan kapan saja. Kamera zaman dulu sangat besar, berat, dan tidak praktis.

Ibn al-Haytham adalah penemu prinsip kamera. Ilmuwan kelahiran Basra, Irak, di bukunya, Book of Optics, menyebutkan pemakaian lubang jarum dan lensa di dinding ruangan gelap untuk memproyeksikan apa yang ada di luar ke dalam ruangan dengan gambar terbalik.

Prinsip kamera ini dikenal sebagai kamera obscura. Obscura dalam bahasa Latin berarti ruang gelap.

Meski prinsip memfoto sudah ditemukan, tetapi kita belum bisa menikmati hasil foto dan menikmati hasil cetak foto seperti sekarang ini.

Jika kamera obscura ciptaan Al-Haytham berukuran besar, seorang ilmuwan Inggris, tahun 1660-an, Robert Boyle, dibantu Robert Hooke, berhasil menciptakan kamera obscura jinjing.

Tahun 1685, Johann Zahn menyempurnakan kamera obscura menjadi lebih kecil dan mudah dibawa. Selain itu, juga memanfaatkan cermin dan lensa untuk memfokuskan gambar.

Perkembangan kamera dan fotografi semakin berarti setelah Joseph Nicéphore Niépce mencoba mencetak pada sebuah lempengan pewter (logam lunak campuran) dengan bitumen (semacam aspal) pada tahun 1814. Saat terkena cahaya, bitumen akan mengeras. Bagian yang tidak mengeras kemudian dilarutkan. Bagian inilah cikal bakal foto.

Pada tahun 1836, Louis Jacques Daguerre menyempurnakan proses cetak foto. Ia membuat lempengan tembaga menjadi lebih sensitif terhadap cahaya. Proses itu dinamakan daguerreotype.

Pada tahun 1840 William Fox Talbot menyempurnakan proses cetak foto yang dikenal dengan calotype. Baik Daguerre maupun Talbot menggunakan kamera yang sedikit berbeda dari kamera Zahn. Mereka memakai lempengan logam atau lembaran kertas yang diletakkan di depan layar bidik, merekam gambar, dan menggeser lensa untuk memfokuskan gambar.

Era lempengan basah sebagai media rekam gambar kemudian disempurnakan dengan ditemukannya lempengan kering collodion pada tahun 1855 oleh Désiré van Monckhoven.

Kemajuan dunia fotografi makin sempurna dengan temuan Richard Leach Maddox yang menggunakan gelatin kering pada tahun 1871. Lempengan kering ini lebih cepat dan lebih bagus hasil cetakannya dibandingkan dengan lempengan basah.

Pada era ini, untuk pertama kalinya kamera bisa dibuat dalam ukuran geng- gam dan dapat disimpan di dalam tas.

Sejak itu berbagai desain kamera muncul, ada single atau twin-lens reflexes, kamera berukuran besar, kamera saku, hingga kamera yang disatukan dengan arloji, topi, dan sebagainya mulai berkembang.

Setelah era pelat dunia fotografi semakin menyenangkan sejak ditemukan film fotografik oleh George Eastman. Tahun 1885, film fotografik masih menggunakan lembaran kertas, pada tahun yang sama berkembang lagi teknologi fotografi dengan film.

Eastman menciptakan kotak kamera dengan film seluoid yang bisa menampung 100 frame foto. Kamera berbentuk kotak dengan single focus dan single shutter ini dinamakan Kodak.

Kamera Brownie karya Eastman sangat populer hingga tahun 1960-an. Industri kamera makin ramai sejak Jepang ikut memproduksi kamera dengan film 35 milimeter yang bermerek Canon pada 1936.

Sekitar tahun 1913, Oskar Barnack menggunakan film dengan ukuran 35 milimeter, dan mengembangkan kamera berukuran kompak (kecil). Film ukuran 35 milimeter

mendominasi pemakaian film kamera hingga era kamera digital.

Selain kamera yang memakai film, muncul juga kamera instan. Hasil fotonya bisa langsung kita lihat sesaat setelah pemotretan tanpa melalui proses pencucian dan pencetakan film. Kamera instan pertama kali dipopulerkan oleh Polaroid dengan Model 95.

Kamera ini juga bisa disebut Kamera Land karena diciptakan oleh Edwin Land.

Teknologi pengoperasian kamera makin berkembang, salah satunya adalah penambahan light meter (pengukur cahaya) dan pengaturan penerimaan cahaya otomatis.

Era analog mulai ditinggalkan,

digantikan dengan kamera digital.

Perbedaan antara kamera analog dan kamera digital adalah bahwa kamera digital tidak memerlukan film. Gambar yang direkam disimpan ke dalam kartu memori atau tempat penyimpanan di dalam kamera itu. Pengoperasian kamera ini menjadi sangat murah.

Selain untuk membuat foto, kamera digital juga bisa untuk merekam video. Tentu saja hal ini membuat kamera analog tersingkir.

Selain pengoperasian lebih mudah, harga murah, proses lebih cepat, dengan jangkauan cukup lebar, kamera digital menjadi sangat populer.

Kepopuleran kamera digital makin menjadi-jadi ketika ia menjadi fitur wajib di telepon seluler dan hasil foto tersebut bisa langsung diunggah ke situs jejaring sosial semacam Facebook.

Posted by Herlambang Anton B

From Still to Motion dan Kematian Fotografi

From Still to Motion dan Kematian Fotografi

KOMPAS.com – Sejumlah fotografer di Amerika menyatakan, kini adalah waktunya mereka tidak lagi menjadi seorang fotografer, hanya karena kamera digital SLR sekarang tidak hanya sekadar untuk memotret tapi sudah memiliki kemampuan menghasilkan video high definition (HD).

Di seluruh dunia, para penggemar fotografi telah menggunakan video sebagai alat baru mereka untuk bercerita. Pernyataan itu diungkap dalam buku “From Still to Motion” terbitan New Riders, Voices That Matter, 2010. Bahkan disebutkan para profesional di bidang video tradisional juga sudah beralih menggunakan kamera digital SLR tersebut, selain portabel, juga untuk mengembangkan kemampuan mereka merekam gambar yang indah.

Akankah fotografi mati?

Sebelum menjawab pertanyaan, kita lihat dulu sedikit jejak evolusi kamera digital yang tumbuh berangsur-angsur namun terasa cepat. Berikut ringkasan yang dihimpun dari berbagai sumber di Internet.

Kamera digital pertama ditemukan pertama tahun 1990 namanya Dycam Model 1 di Amerika. Masih tahun yang sama tercipta kamera teleskop Hubble disusul kemudian kamera digital SLR Kodak DCS-100 yang menggunakan eksternal HDD.

Era tahun 1994, Kodak memproduksi kamera pocket QT 100 untuk Apple. Produksi massal kamera digital warna pertama dengan resolusi hasil foto 640 x 480 yang menggunakan memori internal.

Di tahun yang sama, Kodak bersama Associated Press di Amerika memproduksi AP/Kodak NC2000 dan NC2000E, kamera digital SLR profesional pertama yang dipasarkan khusus untuk jurnalis foto. Tahun tersebut juga diciptakan Compactflash memory pertama kapasitas 1 Mb oleh SanDisk bekerjasama dengan Kodak.

Tahun 1998, Canon memproduksi kamera digital SLR EOS D6000 dengan 3040×2008 pixel CCD. Dimulai dari tahun ini pula, kamera digital beberapa terlihat digunakan oleh masyarakat umum di Indonesia terutama oleh para jurnalis foto.

Tahun 2000-2006 Canon dan Nikon terasa gencar memproduksi kamera digital SLR dengan kualitas dan fitur dari tiap seri ke seri semakin bagus. Kemudian tahun 2009 Canon untuk pertama kali mengeluarkan kamera digital SLR sekaligus video dengan kualitas HD yaitu Canon 7D.

Nah, bagaimana dengan 2010, hingga tahun-tahun ke depan?

Saat ini kamera digital memang masih membedakan proses pengambilan foto dan video. Artinya masih ada dua langkah pilihan untuk mendapatkan dua hasil tersebut (foto dan video).

Prediksi untuk dua, lima bahkan 10 tahun mendatang, guna mendapatkan dua hasil tersebut cukup satu kali pencet dan prosesnya tidak dibedakan lagi. Bisa jadi nanti kita cukup mengarahkan kamera layaknya shooting menggunakan video kamera. Dari hasil video bisa kita capture beberapa frame atau angle yang dianggap klimaks untuk dipotong dijadikan foto berkualitas tinggi.

Sebenarnya teknologi ini sudah ada digunakan oleh kamera Red One buatan Amerika yang sekali shoot bisa dapat video dan bisa dipotong untuk foto kualitas super. Artinya teknologi itu sudah siap. Meskipun saat ini harganya masih super mahal. Tapi, ke depan tentu akan bersaing dengan produk lain yang kian murah.

Fotografi mungkin tidak akan mati, akan tetapi prosesnya yang akan “mati” atau minimal berubah dengan hasil akhir yang sudah multiplatform – multimedia.

Prinsip keran air di dunia fotografi ..

Apa sih sebenarnya Aperture/Shutter Speed/ISO itu? Aperture, Shutter Speed dan ISO adalah tiga setting dasar yang menentukan hasil cepretan anda, pengertian mengenai tiga hal di atas sangatlah penting jika anda ingin berkembang lebih lanjut dalam dunia fotografi.

Cara paling gampang (menurut saya) untuk memahaminya adalah dengan mengkonotasikannya dengan keran air. Tambah bingung? Mari kita coba bahas sama-sama ..

Pada prinsipnya, apa yang kita lihat adalah cahaya dan mata manusia adalah kamera sempurna yang di ciptakan oleh Nya bagi kita. Semakin banyak cahaya yang masuk, secara logika semakin banyak informasi yang bisa di cerna oleh mata kita. Fotografi adalah usaha manusia untuk menangkap peristiwa yang dilihatnya ke satu medium (dalam hal ini film/digital sensor).

Berdasarkan dari prinsip di atas, saya akan mencoba menerangkan kenapa prinsip keran air bisa di gunakan untuk mensimulasikan cara kerja kamera.

Coba bayangkan air sebagai cahaya, dan ember yang menampung air sebagai kamera dan tujuan akhir kita adalah menampung air dari keran ke dalam ember. Dalam skenario ini shutterspeed bisa di konotasikan dengan kecepatan kita membuka dan menutup keran, aperture bisa di konotasikan dengan berapa besar keran di buka, dan ISO bisa di konotasikan dengan berapa halus filter yang kita pasang di keran.

Shutter Speed: Shutter speed menentukan seberapa cepat lensa di buka dan ditutup. Dalam konotasi keran air, semakin lama kita membuka dan menutup keran, semakin banyak air yang tertampung ke dalam ember. Sama hal nya dengan mengambil foto, semakin cepat shutter speed setting saat gambar diambil, semakin cepat lensa membuka dan menutup, yang pada akhirnya membuat cahaya yang mengenai sensor menjadi semakin sedikit.

Aperture: Aperture setting menentukan berapa besar lensa di buka. Dalam konotasi keran air, semakin besar keran di buka, semakin banyak air tertampung ke dalam ember dalam jangka waktu yang sama. Sekali lagi, sama halnya dengan mengambil foto, semakin besar lensa di buka, semakin banyak cahaya yang masuk ke sensor.

ISO: ISO (atau ASA untuk non-digital) menentukan sensitifitas sensor/film terhadap cahaya. Hal ini bisa di simulasikan dengan seberapa halus filter air yang di pasang di keran. Semakin kasar filternya, semakin cepat air mengalir ke dalam ember. Namun patut di ingat kalau semakin kasar filternya, semakin keruh air yang keluar. Dalam dunia foto, semakin tinggi ISO/ASA yang di gunakan, semakin sensitif sensor/film terhadap cahaya. Sama dengan konotasi di atas, semakin tinggi ISO/ASA semakin banyak noise/grain yang muncul di hasil akhir.

Jika ada yang tertarik, efek perubahan setting Aperture, Shutter Speed, dan ISO akan saya bahas dalam artikel-artikel selanjutnya.

Copyright: Pangeran Panda (www.setyawan.com)

15 Tips Fotografi Landscape Dengan Cahaya Kurang

Capturing scenes in low light remains one of the most challenging aspects of photography, yet the results when executed well can be truly captivating. Whether it’s an energetic cityscape or ethereal seascape the possibilities are endless. Here are a few essentials points to consider before you begin.

Menangkap adegan dalam cahaya rendah tetap menjadi salah satu aspek yang paling menantang dari fotografi, namun hasilnya saat dijalankan dengan baik dapat benar-benar menawan. Apakah ini merupakan Cityscape energik atau ethereal pemandangan laut kemungkinan tidak terbatas. Berikut adalah beberapa hal penting hal yang perlu diperhatikan sebelum Anda mulai.

1. It’s a good idea to formulate a plan of attack before the twilight hour so scout out a position while there is another available light and grab a few set up shots to make sure your scene works and will be free from distracting objects. Cityscapes are best viewed from a distance, whereas seascapes are more dramatic nearer to the shoreline. Consider compositional elements to add scale, interest and context. When twilight occurs you’ll only have around 20-30 minutes of optimum shooting time so be ready for all eventualities.

1.  Sebuah ide yang baik untuk merumuskan rencana serangan sebelum jam senja sehingga pramuka posisi keluar sementara ada lagi cahaya yang tersedia dan ambil satu set up beberapa gambar untuk memastikan adegan Anda bekerja dan akan bebas dari mengganggu obyek. Cityscapes yang terbaik dilihat dari kejauhan, sedangkan bentang laut lebih dramatis dekat ke garis pantai. Pertimbangkan elemen komposisi untuk menambah skala, bunga dan konteks. Ketika senja terjadi Anda hanya akan memiliki sekitar 20-30 menit waktu shooting optimum sehingga siap menghadapi semua kemungkinan.

2. The best time to shoot a low light scene starts just half an hour before the sunsets until an half an hour or so after wards as this will produce beautiful colouration in the sky; resonating in a display of pinks, purples, reds, oranges eventually fading into an enigmatic blue. This shade of sky is more useful than the night sky as exposure times can be reduced if and helps to define the subjects within the scene.

2. Waktu terbaik untuk pengambilan obyek foto dengan cahaya rendah hanya setengah jam sebelum matahari terbenam sampai dengan satu setengah jam atau lebih karena hal ini akan menghasilkan pewarnaan yang indah di langit; beresonansi dalam tampilan pink, ungu, merah, jeruk akhirnya memudar menjadi biru misterius. Naungan langit ini lebih berguna daripada langit malam sebanyak pemaparan dapat dikurangi jika dan membantu untuk menentukan mata pelajaran dalam adegan.

3. The key to flawless low light shots is long exposure which means slow shutter speeds so a sturdy tripod is unquestionably your most vital accessory. Manfrotto and Gitzo produce solid but light products which are ideal for landscape shooters. However, the ever portable and incredibly flexible gorillapod can be a great boon when creative angles or positions are desired. By supporting your camera you will be able to lower the sensitivity and decrease noise but leave the shutter open for as long as necessary without the worry of blur.

3. Kunci untuk sempurna tembakan cahaya rendah adalah paparan panjang yang berarti kecepatan rana lambat sehingga tripod yang kokoh tidak diragukan lagi yang paling penting aksesori Anda. MANFROTTO dan GITZO menghasilkan produk padat namun cahaya yang ideal untuk penembak landscape. Namun, gorillapod pernah portabel dan sangat fleksibel dapat menjadi keuntungan besar ketika sudut kreatif atau posisi yang diinginkan. Dengan mendukung kamera Anda, Anda akan dapat menurunkan kebisingan dan penurunan sensitivitas tapi tinggalkan rana terbuka untuk selama diperlukan tanpa khawatir kabur.

4. If you are without a tripod but can’t resist a capture then look around for some other form of support, be it the top of a wall, the top of a rubbish bin, a fence, the ground, your rucksack or even your shoe – there are many ways to get around this problem. If there are literally no objects to support your kit from underneath, try leaning against a building or strong structure instead and press the camera into it and support it as calmly as possible with your hand underneath.

4. Jika Anda tanpa tripod tetapi tidak dapat menolak menangkap kemudian melihat-lihat untuk beberapa bentuk lain dari dukungan, baik itu bagian atas dinding, bagian atas tong sampah, pagar, tanah, ransel atau bahkan sepatu Anda – ada banyak cara untuk mendapatkan sekitar masalah ini. Jika tidak benar ada benda untuk mendukung kit Anda dari bawah, coba bersandar sebuah bangunan atau struktur yang kuat bukan dan tekan kamera ke dalamnya dan mendukungnya setenang mungkin dengan tangan Anda di bawahnya.

5. So start by setting your camera upon a solid tripod and switching the unit to manual or shutter priority if you are wish. Lower the ISO to 100 (for some DSLRs you may need to access a sub menu to find this value) and dial in a shutter speed of 15 to 20 seconds (this will take some trial and error to find the optimum value). In terms of aperture you are going to want capture a longer depth of field to ensure far off elements within your scene remain in focus so try varying from f9 to f14.

5. Jadi, mulailah dengan menetapkan kamera Anda pada tripod yang kokoh dan beralih unit untuk prioritas manual atau shutter jika Anda inginkan. Turunkan ISO ke 100 (untuk beberapa DSLR Anda mungkin perlu untuk mengakses sub menu untuk menemukan nilai ini) dan dial dalam kecepatan rana 15 sampai 20 detik (ini akan mengambil beberapa trial and error untuk menemukan nilai optimum). Dalam hal bukaan Anda akan ingin menangkap kedalaman lebih panjang lapangan untuk memastikan jauh dari unsur-unsur dalam adegan Anda tetap menjadi fokus jadi coba bervariasi dari F9 untuk f14.

6. In relation to lenses the faster the better and a healthy wide angle will draw the whole scene in, something like a 12-24mm or a 10.5 fisheye can produce exciting results. However a zoom lens can be of benefit when shooting a city scene to pull in sections of the skyline or play with perspective.

6. Sehubungan dengan lensa lebih cepat lebih baik dan sudut lebar yang sehat akan menarik seluruh adegan dalam, sesuatu seperti 12-24mm atau fisheye 10,5 dapat menghasilkan hasil yang menarik. Namun zoom lensa dapat bermanfaat saat pengambilan gambar adegan kota untuk menarik bagian-bagian langit atau bermain dengan perspektif.

7. Using an auto white balance may result in lack lustre colours so set your white balance manually or dial in 5500k, as this is the average colour of daylight. It is advisable to shoot in RAW however as you can always alter the WB in processing if needed.

7. Menggunakan auto white balance dapat mengakibatkan kurangnya kilau warna sehingga mengatur white balance secara manual atau memanggil di 5500k, karena ini adalah rata-rata warna siang hari. Dianjurkan untuk menembak di RAW Namun karena Anda selalu dapat mengubah WB dalam pengolahan jika diperlukan.


Image by kern.justin

8. Another key piece of kit is a remote control shutter release like Nikon’s ML-L3 wireless control which works with Nikon’s enthusiast range of cameras; D40, D40x, D60, D80 and D90. There are many varieties of release out there for all makes and models; some wireless others tethered. The benefit of a remote shutter release is the photographer can ensure they do not accidental nudge the camera during it’s exposure as this would show on the capture as shake or blur, distorting the overall crispness and clarity. Another trick to employ if you are without a remote shutter is to use the self timer.

8. Sepotong kunci dari kit adalah shutter release remote control seperti ML-L3 kontrol nirkabel Nikon yang bekerja dengan kisaran peminat kamera Nikon, D40, D40x, D60, D80 dan D90. Ada banyak jenis rilis di luar sana untuk semua merek dan model; beberapa orang lain nirkabel ditambatkan. Manfaat dari shutter release remote fotografer dapat memastikan mereka tidak disengaja dorongan kamera selama itu paparan karena hal ini akan menunjukkan pada menangkap sebagai goyang atau blur, mendistorsi kerenyahan keseluruhan dan kejelasan. Trik lain untuk mempekerjakan jika Anda tanpa rana remote menggunakan self timer.

9. If you do have a trigger release take this practice a step further by employing the camera’s bulb setting and mirror lock up functionality. First press the trigger to lock the mirror out of the way and wait for any residual vibrations to subside then press the trigger again to start the exposure but hold it down for as long as you want the capture to last.

9. Jika Anda memiliki rilis memicu praktek ini mengambil langkah lebih lanjut dengan menggunakan pengaturan lampu kamera dan mirror lock up fungsionalitas. Pertama tekan pemicu untuk mengunci cermin keluar dari jalan dan menunggu untuk setiap getaran sisa mereda kemudian tekan memicu lagi untuk memulai pemaparan tapi terus ke bawah selama Anda ingin ambil untuk bertahan.

10. Camera manufacturers are stepping up their game all the time pushing DSLR technology to the limits, most recently and perhaps notably is Nikon’s D3S which is capable of shooting at ISO 200 to an impressive 12,800. Further still this ISO can be expanded to an unprecedented 102,400. By utilising higher ISOs such as this photographers can sample low light photography hand held as the shutter speeds can be sufficiently increased.

10. Kamera produsen sedang meningkatkan permainan mereka sepanjang waktu mendorong teknologi DSLR ke batas, terakhir dan mungkin terutama adalah D3S Nikon yang mampu menembak pada ISO 200 ke 12.800 mengesankan. Selanjutnya masih ISO ini dapat diperluas ke 102.400 belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan memanfaatkan ISO lebih tinggi seperti ini fotografer dapat mencicipi cahaya tangan fotografi rendah diselenggarakan sebagai kecepatan rana bisa meningkat.

11. Although powerhouses such as the D3S cope admirably with noise, the same cannot be said of all cameras. Therefore if you do opt for a High ISO instead or supporting the unit with a tripod noise is inevitably. However there are ways to reduce the effect. First your device may offer a Noise Reduction system, activate this and the camera will automatically search for the incorrect coloured pixels within your scene and map the correct the values instead. This isn’t the best idea by any means but is an option if handheld shooting is the only option available. There are many Noise reduction software products available on the market that can resolve this issue post capture as well and if processing in Photoshop opt to process as a 16-bit file rather than an 8-bit one as you’ll retain more image information which will extend the opportunity to recover shadows from burnt highlights and retrieve details from the shadows – both a hazard of low light shooting.

11. Meskipun powerhouses seperti D3S mengatasi mengagumkan dengan kebisingan, yang sama tidak bisa dikatakan dari semua kamera. Oleh karena itu jika Anda memilih untuk ISO tinggi, bukan atau mendukung unit dengan suara tripod pasti. Namun ada cara untuk mengurangi efek. Pertama perangkat Anda mungkin menawarkan sistem Reduksi Kebisingan, mengaktifkan ini dan kamera akan secara otomatis mencari piksel berwarna yang salah dalam adegan Anda dan peta nilai yang benar sebagai gantinya. Ini bukan ide terbaik dengan cara apapun tetapi suatu pilihan jika penembakan genggam adalah satu-satunya pilihan yang tersedia. Ada banyak produk perangkat lunak reduksi kebisingan yang tersedia di pasar yang dapat menyelesaikan masalah ini menangkap posting juga dan jika pengolahan di Photoshop memilih untuk proses sebagai file 16-bit dan bukan satu 8-bit seperti yang Anda akan menyimpan informasi gambar lebih yang akan memperluas kesempatan untuk memulihkan bayangan dari bakaran highlight dan mengambil rincian dari bayang-bayang – baik bahaya pengambilan gambar cahaya rendah.


Image by Paco CT

12. Incorporate a foreground element to add interest, scale and to help contextualise the piece. For example the combination of natural and artificial light can be very dramatic in cityscapes, high levels of light pollution colour the night sky and the vast quantity of glowing orbs scatter light across the scene but including a bridge, highway or structure will help to lead the viewer into the frame. If it’s a twilight landscape you desire consider a diagonal row of trees, a fence, a hedge or farm house. Likewise with a sea scene incorporate a lighthouse, Cliffside or groyn.

12. Menggabungkan elemen latar depan untuk menambah bunga, skala dan untuk membantu kontekstualisasi potongan. Misalnya kombinasi cahaya alami dan buatan bisa sangat dramatis dalam cityscapes, tingginya tingkat polusi cahaya warna langit malam dan jumlah besar scatter bola cahaya bersinar di tempat kejadian tetapi termasuk jembatan, jalan raya atau struktur akan membantu untuk memimpin penampil ke dalam bingkai. Jika itu adalah pemandangan senja yang Anda inginkan mempertimbangkan diagonal deretan pohon, pagar, pagar atau rumah pertanian. Demikian juga dengan adegan laut menggabungkan mercusuar, tebing atau groyn.

13. With so much or so little going on in your low light scene in can be a job to know where to meter from so set your camera to matrix or multi-segment metering and take several readings using the elements in your scene to judge the optimal value. Ideally it’s best to start with a midtone rather than highlights or shadows and if you are using a zoom lens, scroll in to meter from the detail of the subject or object and then zoom back out to compose the shot.

13. Dengan begitu banyak atau lebih sedikit terjadi di tempat rendah cahaya Anda di bisa jadi merupakan pekerjaan untuk mengetahui di mana untuk meter dari kamera Anda sehingga diatur ke matrix metering atau multi-segmen dan mengambil beberapa bacaan dengan menggunakan unsur-unsur dalam adegan Anda untuk menilai nilai optimal . Idealnya yang terbaik untuk memulai dengan midtone daripada menyoroti atau bayangan dan jika Anda menggunakan lensa zoom, gulir ke meter dari detail dari subyek atau obyek dan kemudian zoom kembali keluar untuk menenangkan tembakan.

14. Another handy trick some low light enthusiasts employ is exposure bracketing. Use Aperture priority and meter from one area of the scene (later repeat this for the various elements in turn). Dial in the exposure and use the histogram to ensure accurate results. Keep aperture and ISO consistent throughout but vary the length of the exposure in half a stop increments. Later you can package these into one shot in editing.

14. Trik lain berguna beberapa penggemar cahaya rendah mempekerjakan adalah mengurung eksposur. Gunakan prioritas Aperture dan meter dari satu bagian adegan (kemudian ulangi ini untuk berbagai elemen pada gilirannya). Dial dalam eksposur dan menggunakan histogram untuk memastikan hasil yang akurat. Jauhkan aperture dan ISO yang konsisten di seluruh tapi bervariasi panjang paparan di setengah bertahap berhenti. Kemudian Anda dapat membuat paket ini menjadi satu tembakan dalam mengedit.

15. The wonderful thing about digital is the instant feedback. A lot of your technique will be trial and error in the beginning but use the histogram to check exposure. It may indicate that part of the shot is overexposed but this may be the areas of bright lights in a city scene for example and is therefore perfectly fine. Ideally your frame will present a post sunset sky or veil of blue twilight but still offer detail in buildings on foreground instruments. The most important thing is to have fun and experiment!

15. Hal yang indah tentang digital adalah umpan balik instan. Banyak teknik Anda akan trial and error di awal tapi menggunakan histogram untuk memeriksa eksposur. Ini mungkin menunjukkan bahwa bagian gambar yang overexposed namun ini mungkin menjadi kawasan lampu terang dalam sebuah adegan kota misalnya dan karena itu baik-baik saja. Idealnya bingkai Anda akan menyajikan langit matahari terbenam pos atau tabir senja biru tapi masih menawarkan detail dalam bangunan di atas instrumen latar depan. Yang paling penting adalah untuk bersenang-senang dan percobaan!

Posted by Herlambang Anton B